Kaliguwo
adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan Kaliwiro, kabupaten Wonosobo,
Jawa Tengah, Indonesia.
Jauh sebelum
dikenal sebagai sebuah desa, wilayah Kaliguwo adalah daerah yang susah di tinggali di muka bumi. Bukan
sekadar hutan, melainkan belantara terkutuk yang menyimpan aura mistis.
Pohon-pohon raksasa menjulang seperti cakar-cakar yang ingin menggapai langit,
sementara akarnya yang kokoh mencengkeram tanah dengan rakus. Namun, yang
paling menakutkan adalah bebatuan-bebatuan purba yang tersebar di mana-mana.
Batu-batu itu seolah olah tidak diam, melainkan berlubang, menganga seperti mulut-mulut goa
yang menjadi sarang bagi makhluk yang tak terperikan. Siang hari, lubang-lubang
itu gelap dan senyap. Namun saat malam tiba, dari sanalah terdengar bisikan dan
desahan yang bisa membuat bulu kuduk berdiri.
Di tengah
kekacauan zaman penjajahan, kelaparan dan ketakutan memaksa banyak orang melarikan
diri dari kampung halaman mereka. Mereka adalah jiwa-jiwa tersesat yang mencari
perlindungan, namun takdir justru membawa mereka ke ambang hutan terkutuk ini.
Di antara mereka, ada enam sosok dengan kekuatan batin yang luar biasa: Simbah
Samparangin (Rana Pati), Simbah Kantong Praya, Simbah Dawud, Simbah Gendong
Lontong (Mbah Gede), Simbah Tongkok, dan Simbah Kitit.
Mereka
bukanlah orang biasa. Mereka adalah para sesepuh yang menguasai ilmu kanuragan
dan kebatinan tingkat tinggi. Sadar bahwa mereka telah memasuki wilayah yang
dikuasai kekuatan gaib, mereka tidak punya pilihan selain bertarung atau
ditelan oleh kegelapan. Dengan menyatukan kekuatan, mereka mendirikan padepokan
bukan hanya sebagai tempat tinggal, tetapi sebagai benteng pertahanan dari teror
yang mengintai di setiap sudut hutan.
Seiring
waktu, keturunan mereka semakin banyak. Hutan itu harus ditaklukkan, dan
wilayahnya harus diberi nama sebagai tanda kekuasaan manusia atas tanah angker
itu.
Kelahiran
Kaliguwo, Jantung Ketakutan: Simbah Samparangin, yang juga dikenal sebagai Rana
Pati (Raja Kematian), adalah orang pertama yang berani berhadapan langsung
dengan sumber teror utama: kawasan dengan bebatuan berlubang yang paling
banyak. Ia tidak lari, melainkan menatap ke dalam kegelapan lubang-lubang itu
dan menamainya Kaliguwo (Sungai Goa). Nama itu adalah sebuah pengingat abadi
akan gua-gua misterius yang menjadi denyut nadi keangkeran dan mistisnya tempat
itu.
Simbah Kantong Praya tahu bahwa kekuatan fisik saja
tidak cukup. Untuk melawan kegelapan, diperlukan cahaya iman. Ia mendirikan
sebuah padepokan pengajian yang kokoh, menjadi pusat spiritual yang memancarkan
doa-doa sebagai perisai. Tempat itu dinamai Jetis, sebuah benteng suci yang
terus-menerus berperang melawan makhluk-makhluk malam.
Parakandawa,
Tempat Para Penyembuh Gaib: Simbah Gendong Lontong dan Simbah Tongkok memiliki
kemampuan spiritual yang membuat orang lain terpana. Mereka tidak hanya
menyembuhkan penyakit biasa, tetapi juga penyakit aneh yang dikirim oleh penghuni
hutan—penyakit yang tak kasat mata. Kemampuan mereka untuk "melihat"
apa yang tidak bisa dilihat orang lain membuat dusun mereka dijuluki
Parakandawa. Hingga kini, petilasan (punden) mereka masih berdiri di sana,
dijaga dengan ritual-ritual keramat, seolah energinya masih tersisa untuk
melindungi warga dari gangguan gaib.
Sementara
itu, Simbah Dawud membangun Beran sebagai pusat peradaban untuk melawan
kekacauan alam. Di sisi lain, Simbah Kitit dan Simbah Santana berjuang
menaklukkan geografi tanah yang seolah hidup. Bukit yang curam dan sungai yang
selalu berpindah-pindah jalur seakan sengaja ingin menjebak dan menyesatkan
mereka. Wilayah perjuangan mereka ini dinamai Setana.
Pada
akhirnya, semua sesepuh berkumpul. Mereka sepakat bahwa nama yang paling
mewakili seluruh wilayah ini adalah nama yang diambil dari sumber ketakutan
terbesar mereka. Nama yang menjadi pengingat akan pertarungan hidup dan mati
para leluhur. Mereka menamainya Desa Kaliguwo.
Meskipun
desa ini sekarang telah maju dan berkembang, nama itu tetap menjadi bisikan
kelam. Sebuah pengingat bahwa mereka hidup di atas tanah yang pernah dikuasai
oleh kegelapan. Dan hingga hari ini, gua-gua itu masih ada, diam-diam menyimpan
rahasia dari masa lalu, menanti dalam keheningan.