Iklan

Rabu, 19 Agustus 2020, 08.17.00 WIB
Last Updated 2020-12-11T06:50:16Z
Lenggeran

Ainul Khurri?



 Ainul Khurri?

“La syaia atsmanu minal khurriyah..” tiada sesuatu yang lebih berharga daripada kemerdekaan. Tutur lik Slamet menirukan ngendikan Yainya di serambi Langgar wetan.

Mendengar lik Slamet memantik terkait kemerdekaan, kang Iman yang sedang duduk santai bersama kang Jumal merasa tertarik dan langsung menyambung terkait ainul hurri, mata pandang kemerdekaan, sebuah mata pandang kecerdasan yang luar biasa ke sejatinya kemerdekaan.

“Wah, sampeyan membahas kemerdekaan, saya jadi punya cerita menarik terkait seputar “pandangan kemerdekaan” sekaligus upaya untuk menatap sekaligus “menemukan kemerdekaan” secara genuine. Orisinal dan paling aneh untuk mencari bentuk, terutama laku orang per orang di era medsos ini.”

“Dimana momentum kemerdekaan dengan segala tafsir dan laku empirisme, selalu punya tempat tersendiri bagi orang Indonesia. Di mana pada batas-batas tertentu, manusia merdeka itu sangat sulit ditempuh. Sebab, harus menjalani aliran dan getaran sekaligus. Menyeimbangkan antara “getaran yang mengalir dan aliran yang bergetar”.

“Ketika memberi metode dan agar berada pada koordinat yang tepat dalam menjalankan tugas sebagai khalifah di atas bumi sekaligus patuh pada takdir menjadi hamba Allah. Syukur-syukur bisa “mencintai Allah dan Allah mencintai kita.” Tandas kang Iman menambahi.

Atau bahasa sederhananya bertabur cinta Allah baik sebagai pribadi maupun sebagai jamaah. Sebagai metode agar masuk dalam golongan pengganti, generasi baru yang muncul akibat banyaknya umat Islam yang berbuat rid’ah setelah beriman atau murtad. Sudah jadi ketentuan Allah kalau ada yang “man yartadda minkum” berganti menjadi “yuhibbuhum wa yuhibbunahu“.

“Hiya memang seperti itu kang, Makna kemerdekaan pada jenjang kehidupan bangsa dan pada jenjang individu, khususnya kemerdekaan berpikir dan kehidupan anak-anak yang kelak di kemudian hari menjadi masyarakat, sepertinya terabaikan. Masa depan sang republik bergantung pada kemerdekaan anak-anak untuk berpikir. Kemerdekaan ini sekarang semakin mendesak untuk dirasakan dan dinikmati tiap anak melalui wujud lingkungan belajar.” Kang Jumal ikut berembug.

“Kelas dengan lingkungan merdeka menyuburkan hasrat anak bertanya, meragui, menggagas, berpikir, dan berpendapat. Lingkungan seperti ini justru sesungguhnya ukuran mutu pendidikan. Sekarang dibutuhkan strategi agar lingkungan merdeka dapat terwujud di pengajaran—bukan sebaliknya “merdeka” mewujud menjadi “penjara” bagi anak-anak kita.

Nah lalu bagaimana mutu kehidupan masyarakat kelak di kemudian hari? Lik Slamet lanjut bertanya.

“Hmmm.. nah kalau itu mbuh.. heuheu.. dahlah, mari pulang lik kita sambung di angkringan saja terkait ‘ainul hurri atau mata pandang kemerdekaan.” Tandas kang Iman singkat.