Judul Buku:
Atlas Wali Songo: Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo Sebagai Fakta
Sejarah.
Penulis:
Agus Sunyoto
Penerbit:
Pustaka IMaN
Tahun
Terbit: Juli 2012
ISBN:
978-602-8648-09-7
Halaman: XII
dan 406 halaman
Jika
Anda membaca Ensiklopedia Islam yang tujuh jilid dan mencari informasi tentang
Wali Songo, dijamin tidak akan menemukannya. Itu artinya, pada masa
depan--kira-kira 20 tahun ke depan Walisongo akan tersingkir dari percaturan
akademis karena keberadaan mereka tidak legitimate dalam Ensiklopedia Islam.
Walisongo
ke depan akan tersingkir dari ranah sejarah dan tinggal mengisi ruang folklore
sebagai cerita mitos dan legenda. Anehnya, di dalam Ensiklopedia Islam itu
tercantum kisah tiga serangkai haji: Haji Miskin, Haji Sumanik, Haji Piabang
sebagai pembawa ajaran Islam (Wahabi) ke Sumatra Barat. Itu berarti, anak cucu
Anda kelak akan memiliki pemahaman bahwa Islam baru masuk ke Nusantara pada
tahun 1803 Masehi, yaitu sewaktu tiga serangkaihaji itu menyebarkan
ajaranWahabi ke Sumatra Barat.
Dalam
serba keterbatasan segala hal, dengan adanya buku ATLAS WALI SONGO dengan
pendekatan multidisiplin: historis; arkeologi; aetiologis; etno-historis,
dan kajian budaya dapat terselesaikan. Isi buku ini sangat membumi dengan
proses sinkretisasi-asimilatif dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Atlas
Wali Songo (AWS). Banyak yang ingin saya ungkapkan mengenai buku ini. Buku ini
termasuk text book. Bukan novel. Bukan pula bacaan ringan. Buku ini
padat. Berat. Penuh dengan ilmu sejarah. Jika Anda penasaran bagaimana bisa
agama Islam menjadi dominan di negeri ini, buku ini jawabannya.
Dalam
buku ini penulis menjelaskan dengan sangat detail bagaimana agama Islam
disebarkan dengan cara yang amat sangat rapi, terstruktur, sistematis, merasuk
ke dalam budaya masyarakat nusantara saat itu yang dikenal memiliki karakter
yang cenderung kaku. Dibahas di beberapa bab awal buku ini bagaimana kondisi
masyarakat nusantara sebelum masuknya Islam. Ada satu fakta yang akan membuat
pembaca terkejut.
Kemudian buku ini berusaha menjawab keraguan banyak orang mengenai kebenaran adanya
Walisongo. Karena sesuai dengan apa yang ditulis KH Agus Sunyoto dalam buku
ini, sejarah penyebaran agama Islam di Indonesia berusaha dipelintir oleh oknum
tertentu untuk seakan menghilangkan jejak para Walisongo.
Salah
satu bukti adalah tidak dicantumkannya sedikit saja perihal Wali Songo di dalam
buku Ensiklopedia Islam terbitan Ikhtiar Baru Van Hoeve. Kalau Wali Songo tidak
pernah ada, bagaimana mungkin berbagai tempat yang diyakini sebagai makam
mereka masih ramai diziarahi oleh umat muslim Indonesia hingga saat ini?
Buku
ini menyajikan informasi tak hanya tentang hal yang selama ini jamak dianggap
Wali Songo. Buku ini secara informatif menunjukkan bahwa Islam sebelumnya telah
hadir dalam dakwah para ulama sejak Syekh Subakir di masa Mataram Hindu, Syekh
Samsyudin Wasil Kubro di masa kerajaan Kediri sampai juga Fatimah Binti Maimun.
Namun,
berbeda dengan karya profesor Azyumardi Azra dalam Jaringan Ulama Timur Tengah
dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII yang menyebut peranan Islam masa
Sriwijaya, buku Atlas Wali Songo tak menyebut sama sekali sumber-sumber sejarah
dari berita dan kronik Cina yang menjelaskan bahwa terdapat duta-duta Sriwijaya
yang beragama Islam dan bernama Arab dalam menjalankan misi diplomatik antara
Sriwijaya dengan Cina.
Sumber-sumber
analisanya menarik dan komplit sejak serat, babad sampai inskripsi. Ilustrasi
dan fakta-fakta dalam bentuk gambar maupun foto asli sedikit banyak mampu
menunjukkan detil bahwa Wali Songo bukanlah legenda ataupun cerita rakyat. Tapi
analisa sejarahnya tak menjadikan arah kajian sejarah untuk fokus pada suatu
pembuktian fakta.
Babad dan serat yang dalam monologi sejarah modern tak lebih
dianggap sebagai artefak sejarah nampaknya masih menguat dalam fokus kajian
buku ini. Analisa lintas sektoral dan perdebatan wacana dalam babad dan serat
yang tercampur dengan mitos nampaknya dibiarkan sebagai penguatan sejarah.
Buku
ini mengingatkan saya pada isi pelajaran sejarah ketika dulu yang menyebutkan bahwa agama penduduk
pribumi nusantara sebelum masuknya agama Hindu maupun Budha adalah dinamisme
dan animisme. Sebuah aliran kepercayaan yang seperti menuhankan benda-benda
(dinamisme), atau kepercayaan terhadap para leluhur (animisme). Namun ternyata
kepercayaan animisme dinamisme tersebut pada dasarnya adalah sebuah kepercayaan
kuno asli nusantara yang belum pernah saya dengar hingga saya membaca buku AWS.
Kepercayaan tersebut bernama kapitayan.
Tata
cara sembahyang agama kuno kapitayan mengikuti aturan-aturan khusus.
Pertama-tama, ruhaniwan yang sembahyang melakukan Tu-lajeg, berdiri
tegak, menghadap Tutu-k (lubang ceruk) dengan kedua tangan diangkat ke
atas menghadirkan Sanghyang Taya (simbol tuhan dalam kapitayan) di
dalam Tutu-d (hati). Setelah merasa Sanghyang Taya bersemayam di hati,
kedua tangan diturunkan dan didekapkan di dada tepat pada hati.
Posisi
ini disebut dengan Swa-dikep, yang bermakna memegang ke-aku-an diri
pribadi. Proses Tu-lajeg ini dilakukan dalam tempo relatif lama.
Setelah Tu-lajeg selesai, sembahyang dilanjutkan dengan posisi Tu-ngkul
(membungkuk memandang ke bawah) yang juga dilakukan dalam tempo relatif lama.
Lalu dilanjutkan lagi dengan posisi Tu-lumpak (bersimpuh dengan kedua
tumit diduduki). Yang terakhir melakukan gerakan To-ndhem (bersujud
seperti bayi dalam perut ibunya).
Dalam melakukan semua gerakan sembahyang yang
dilakukan selama sekitar satu jam itu, para ruhaniwan kapitayan berusaha selalu
menjaga keberadaan Sanghyang Taya (Yang Hampa) yang sudah disemayamkan di dalam
Tutu-d (hati). Tan kena kinaya ngapa. Atau laisa kamitslihi syaiun.
Buku
ini membahas kondisi kerajaan nusantara terbesar di masa itu, Majapahit,
sebelum masa-masa intens penyebaran agama Islam oleh Wali Songo. Penyebaran
agama Islam di nusantara bertepatan dengan semakin kendornya kekuasaan
Majapahit. Di awal agama Islam mulai tersebar, banyak pejabat kerajaan
Majapahit yang sudah memeluk agama Islam. Mereka tidak dilarang oleh kerajaan,
dan justru diberi daerah kekuasaan tersendiri. Kebijakan inilah yang akhirnya
menjadi bumerang bagi Majapahit, disamping juga perang perebutan kekuasaan yang
tak kunjung usai.
Buku
Atlas Wali Songo ini pula membahas dengan cukup lengkap bagaimana para Wali Songo
menyebarkan ajaran agama Islam, dan berhasil mengislamisasi penduduk nusantara.
Berbagai metode dakwah para wali dibahas dengan lengkap, termasuk melalui jalur
politik, pendidikan, budaya, hingga pernikahan. Karakter masing-masing wali dan
cara mereka menyebarkan ajaran Islam dibahas mendetail di masing-masing
sub-bab.
Tak
hanya itu, buku ini juga mengungkap bagaimana asal-usul, nasab, serta gerakan
dakwah masing-masing wali. Dalam hal ini tak seperti yang bisa kita bayangkan
bahwa para wali ini bukan seperti yang ditampilkan di TV dengan gaya silat
melawan keburukan, tetapi para Wali songo dengan menulis kitab dan lain
sebagainya.
Secara
umum menurut saya buku ini sangat bagus. Detail sejarah yang disajikan sangat
lengkap. Namun bagi saya, yang menikmati cerita sejarah hanya sebagai sesuatu
yang “nice to know” saja, mungkin akan sedikit bosan membaca buku ini.
Hal ini tidak lepas dari tujuan utama ditulisnya buku ini yang ingin dibuat
sebagai “text book“, untuk meluruskan beberapa sejarah yang sedikit
melenceng. Banyak dari buku-buku sejarah yang diajarkan di sekolah, harus direvisi
karena beberapa fakta baru yang diungkap oleh KH Agus Sanyoto melalui Atlas
Wali Songo.
Tulisan ini saya akhiri dengan kalimat yang bagi saya menarik untuk diungkapkan pada ulasan buku AWS, bahwa buku ini memang tidak akan meningkatkan ilmu kanuraganmu, tapi ia bisa memperluas pengetahuan per-walisongo-an mu.