Iklan

Senin, 13 Januari 2020, 23.51.00 WIB
Last Updated 2020-01-14T07:51:50Z
Nge-book

Bercermin Lewat Buku Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya



"Persoalannya, bagaimana kamu akan mengenali Allah sementara salatmu baru sebatas gerakan lahiriah. Sedekahmu masih kau tulis di pembukuan laba rugi kehidupanmu. Ilmumu kau gunakan mencuri atau membunuh saudaramu. Kamu merasa pintar sementara bodoh saja tak punya." - h.24 Merasa  Pintar Bodoh Saja Tak Punya.

Membaca buku ini rasanya seperti belajar peristiwa membaca kehidupan lewat warga Desa Ndusel selama bulan ramadan. Percakapan yang seperti tak penting ternyata menyimpan makna-makna kehidupan yang sangat terselubung. Parahnya dari awal baca sampai selesai, bisanya cuma mengumpat. Jancuk memang buku satu ini.

Semua pertanyaan di pikiran selama ini satu-persatu terjawab lewat buku Almarhum Cak Rusdi Mathari. Mulai dari sesederhana benarkah kita ini Islam? Benarkah orang paham beribadah pada Allah sampai perkara soal hakikat surga dan neraka yang dikemas dengan sangat ringan.

Cerita ini ditulis oleh Rusdi yang terinspirasi dari kisah seorang sufi  bernama Jalaluddin Rumi. Sama halnya dengan 29 cerita dalam buku ini yang juga terinspirasi dari kisah banyak sufi-sufi terkenal. Kumpulan cerita pendek dalam buku ini awalnya merupakan tulisan berseri yang dimuat oleh situs mojok.co pada bulan Ramadan 2014 dan 2015. Kisah-kisah dalam buku ini bertokoh utama Cak Dlahom, seorang pria edan dan jenaka. Namun, dibalik penggambaran karakter Cak Dlahom tersebut selalu muncul cerita-cerita agama yang memiliki makna amat dalam.

Wajar buku ini berisikan pesan kehidupan yang jarang sekali disampaikan pemuka agama lainnya, kisah sufi memang sering luput dari kisah-kisah soal kehidupan akhirat yang malah diceritakan begitu detail dengan narasi yang menakut-nakuti pembaca. Berbeda dengan Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya, dinarasikan dengan penjelasan yang lebih mbanyol menggelitik tapi tetap mampu menampar pembacanya dan esensinya tetap ada.

Misal, pada cerita yang berjudul: Ikan Mencari Air, Mat Piti Mencari Allah.

Pada kisah sebelumnya, Cak Dlahom mempertanyakan tentang syahadat yang dibaca oleh Mat Piti. Mat Piti yang penasaran dengan penjelasan Cak Dlahom tentang Syahadat, keesokan harinya, sehabis Tarawih, Mat Piti segera ke rumah Cak Dlahom. Mat Piti ingin Cak Dlahom menjelaskan lebih dalam soal "menyaksikan", tetapi sayangnya Cak Dlahom tidak ada di rumah. Setelah mencari kesana kemari akhirnya Mat Piti menemukan Cak Dlahom berada di pinggir kali yang penuh dengan ikan-ikan kecil di dekat kuburan kampung.

"Ada apa Mat, kok wajahmu seperti habis disiram air?" Tanya Cak Dlahom.

"Soal syahadat itu Cak, apa maksudnya 'menyaksikan'?" Tanya Mat Piti pada Cak Dlahom.

"Kenapa, kamu ingin tahu?"

"Ya karena saya ingin menyaksikan dan melihat Allah, Cak"

"Mencari Allah kok malah datang ke aku?". Sahut Cak Dlhaom. "Kamu pernah melihat ikan-ikan di kali ini kan?"

"Iya, pernah Cak"

"Suatu hari ikan-ikan itu melompat keluar kali dan bertanya: dimana air?"

 "Bertanya ke sampean Cak?
 
"Ini cerita Mat..."

"Oh, saya kira ikan-ikan itu bertanya ke sampean. Terus Cak..."

"Ikan-ikan itu tidak tahu bahwa selama ini mereka sudah berada di air. Setiap saat."

"Kok lucu sih ikan-ikan itu. Ada di air malah mencari dimana air."

"Sama lucunya dengan kamu Mat."

"Kok saya Cak?"

"Karena kamu selalu bertanya dan ingin mencari Allah, padahal Allah meliputimu setiap saat. Lebih dari denyutan nadi yang paling halus yang pernah kamu dengar dan rasakan."

"Iya Cak, terimakasih saya diberi tahu..."

"Persoalannya, bagaimana kamu akan mengenal Allah sementara salatmu baru sebatas gerakan lahiriah. Sedekahmu masih kau tulis di pembukuan laba rugi kehidupanmu. Ilmumu kau gunakan mencuri atau membunuh saudaramu. Kamu merasa pintar sementara bodoh saja tak punya..."

"Ya Allah... astagfirullah... subhanallah... Betapa bodohnya saya Cak..."

***

Cerita tersebut adalah salah satu contoh ketika Cak Dlahom mempertanyakan substansi syahadat hingga Mat Piti merenungkan kembali pemahamannya tentang agama yang dianutnya.

Di buku ini, Kutipan yang paling membuat heran dan trenyuh ya soal manusia itu cuma wayang. Cuma selembar kulit kering yang diukir lalu jadilah semar dan bagong, petruk dan sebagainya. Tak bisa dan tak punya kemampuan membuat dan mengubah rencana dan kehendak.

Wes, manut Dalang!

Tinggal husnudon saja bahwa dalang kepada wayang dan juga cerita yang di bangun tidak akan menyalahi pakem. Kodrat e. Jangan suuzon sama qudrohe Gusti. Kita sebisanya negesi atau maneges ing qudrohe Gusti.  Maneges adalah sesuatu yang belum nyata menjadi nyata, menegaskan. Terus berproses.

Selain cerita di atas, dalam buku ini juga terdapat kisah lain seperti Bersedekah Pada Nyamuk, Menghitung Berak dan Kencing, Kata Siapa Kamu Muslim, serta Pak Haji, Bu Puasa… Mbah Syahadat. Cerita-cerita pada buku ini pada umumnya menyinggung tentang hal yang  prinsipiel dan simpel dalam kehidupan sehari-hari.

Cak Rusdi menyinggung perihal menghargai orang lain, cara untuk berikhlas, dan juga menjadi teguran terhadap pandangan keliru  mengenai ibadah serta agama. Lewat sosok Cak Dlahom, Beliau berhasil membuat kisah yang beraroma agama menjadi lebih renyah dan menyenangkan.
 
Alfatihah untuk Cak Rusdi Mathari..