"Persoalannya,
bagaimana kamu akan mengenali Allah sementara salatmu baru sebatas gerakan
lahiriah. Sedekahmu masih kau tulis di pembukuan laba rugi kehidupanmu. Ilmumu
kau gunakan mencuri atau membunuh saudaramu. Kamu merasa pintar sementara bodoh
saja tak punya." - h.24 Merasa Pintar Bodoh Saja Tak Punya.
Membaca buku ini rasanya seperti belajar
peristiwa membaca kehidupan lewat warga Desa Ndusel selama bulan ramadan.
Percakapan yang seperti tak penting ternyata menyimpan makna-makna kehidupan
yang sangat terselubung. Parahnya dari awal baca sampai selesai, bisanya cuma
mengumpat. Jancuk memang buku satu ini.
Semua pertanyaan di pikiran selama
ini satu-persatu terjawab lewat buku Almarhum Cak Rusdi Mathari. Mulai dari
sesederhana benarkah kita ini Islam? Benarkah orang paham beribadah pada Allah
sampai perkara soal hakikat surga dan neraka yang dikemas dengan sangat ringan.
Cerita ini ditulis oleh Rusdi yang
terinspirasi dari kisah seorang sufi bernama Jalaluddin Rumi. Sama halnya
dengan 29 cerita dalam buku ini yang juga terinspirasi dari kisah banyak
sufi-sufi terkenal. Kumpulan cerita pendek dalam buku ini awalnya merupakan
tulisan berseri yang dimuat oleh situs mojok.co pada bulan Ramadan 2014
dan 2015. Kisah-kisah dalam buku ini bertokoh utama Cak Dlahom, seorang pria
edan dan jenaka. Namun, dibalik penggambaran karakter Cak Dlahom tersebut
selalu muncul cerita-cerita agama yang memiliki makna amat dalam.
Wajar buku ini berisikan pesan
kehidupan yang jarang sekali disampaikan pemuka agama lainnya, kisah sufi
memang sering luput dari kisah-kisah soal kehidupan akhirat yang malah
diceritakan begitu detail dengan narasi yang menakut-nakuti pembaca. Berbeda
dengan Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya, dinarasikan dengan penjelasan yang
lebih mbanyol menggelitik tapi tetap mampu menampar pembacanya dan esensinya
tetap ada.
Misal,
pada cerita yang berjudul: Ikan Mencari Air, Mat Piti Mencari Allah.
Pada
kisah sebelumnya, Cak Dlahom mempertanyakan tentang syahadat yang dibaca oleh
Mat Piti. Mat Piti yang penasaran dengan penjelasan Cak Dlahom tentang
Syahadat, keesokan harinya, sehabis Tarawih, Mat Piti segera ke rumah Cak
Dlahom. Mat Piti ingin Cak Dlahom menjelaskan lebih dalam soal
"menyaksikan", tetapi sayangnya Cak Dlahom tidak ada di rumah.
Setelah mencari kesana kemari akhirnya Mat Piti menemukan Cak Dlahom berada di
pinggir kali yang penuh dengan ikan-ikan kecil di dekat kuburan kampung.
"Ada
apa Mat, kok wajahmu seperti habis disiram air?" Tanya Cak Dlahom.
"Soal
syahadat itu Cak, apa maksudnya 'menyaksikan'?" Tanya Mat Piti pada Cak
Dlahom.
"Kenapa,
kamu ingin tahu?"
"Ya
karena saya ingin menyaksikan dan melihat Allah, Cak"
"Mencari
Allah kok malah datang ke aku?". Sahut Cak Dlhaom. "Kamu pernah
melihat ikan-ikan di kali ini kan?"
"Iya,
pernah Cak"
"Suatu
hari ikan-ikan itu melompat keluar kali dan bertanya: dimana air?"
"Bertanya
ke sampean Cak?
"Ini cerita Mat..."
"Oh,
saya kira ikan-ikan itu bertanya ke sampean. Terus Cak..."
"Ikan-ikan
itu tidak tahu bahwa selama ini mereka sudah berada di air. Setiap saat."
"Kok
lucu sih ikan-ikan itu. Ada di air malah mencari dimana air."
"Sama
lucunya dengan kamu Mat."
"Kok
saya Cak?"
"Karena
kamu selalu bertanya dan ingin mencari Allah, padahal Allah meliputimu setiap
saat. Lebih dari denyutan nadi yang paling halus yang pernah kamu dengar dan
rasakan."
"Iya
Cak, terimakasih saya diberi tahu..."
"Persoalannya,
bagaimana kamu akan mengenal Allah sementara salatmu baru sebatas gerakan
lahiriah. Sedekahmu masih kau tulis di pembukuan laba rugi kehidupanmu. Ilmumu
kau gunakan mencuri atau membunuh saudaramu. Kamu merasa pintar sementara bodoh
saja tak punya..."
"Ya
Allah... astagfirullah... subhanallah... Betapa bodohnya saya Cak..."
***
Cerita
tersebut adalah salah satu contoh ketika Cak Dlahom mempertanyakan substansi
syahadat hingga Mat Piti merenungkan kembali pemahamannya tentang agama yang
dianutnya.
Di buku ini, Kutipan yang paling
membuat heran dan trenyuh ya soal manusia itu cuma wayang. Cuma selembar kulit
kering yang diukir lalu jadilah semar dan bagong, petruk dan sebagainya. Tak
bisa dan tak punya kemampuan membuat dan mengubah rencana dan kehendak.
Wes, manut Dalang!
Tinggal husnudon saja bahwa dalang
kepada wayang dan juga cerita yang di bangun tidak akan menyalahi pakem. Kodrat
e. Jangan suuzon sama qudrohe Gusti. Kita sebisanya negesi atau maneges ing
qudrohe Gusti. Maneges adalah sesuatu yang
belum nyata menjadi nyata, menegaskan. Terus berproses.
Selain cerita di atas, dalam buku
ini juga terdapat kisah lain seperti Bersedekah Pada Nyamuk, Menghitung Berak dan
Kencing, Kata Siapa Kamu Muslim, serta Pak Haji, Bu Puasa… Mbah Syahadat.
Cerita-cerita pada buku ini pada umumnya menyinggung tentang hal yang
prinsipiel dan simpel dalam kehidupan sehari-hari.
Cak Rusdi menyinggung perihal
menghargai orang lain, cara untuk berikhlas, dan juga menjadi teguran terhadap
pandangan keliru mengenai ibadah serta agama. Lewat sosok Cak Dlahom, Beliau
berhasil membuat kisah yang beraroma agama menjadi lebih renyah dan
menyenangkan.
Alfatihah untuk Cak Rusdi Mathari..