3 C ? maksudnya
gimana itu kang ?
Sembari
menyeruput kopi di depannya lik Slamet lanjut menjawab pertanyaan kawannya.
“Mengenai 3C
ini sebenarnya merupakan gambaran cara berpikir yang Cendhek/Cethek – Ciut-
Cekak..”
“Cendhek
berarti pemikirannya pendek, tidak bisa berpikir secara berangkai, tidak
memikirkan kelanjutan dari suatu hal dan tindakan dari peristiwa sampai ke depan.”
“Ciut berarti
sempit dalam berpikir, misalnya kejadian yang sampeyan ceritakan apa-apa
langsung bidengah, syirik, kafir beranggapan agam Islam ya hanya tentang ibadah
ritual semacam sholat dan puasa saja..”
Kang iman
manggut-manggut menyimak pemaparan kawannya sambil sesekali nyikat pisang
goreng yang dibawanya.
Kemudian yang
ketiga kang yaitu cekak, pemikirannya dangkal, tidak memiliki landasan logika
yang kuat pokoknya begini ya harus begini.. meski dijelaskan dengan berbagai
sudut pandang pun kalau sudah kekeuh begitu ya tetap saja ngeyel, padahal
tradisi tersebut kan tentu ada dalilnya bukan begitu kang?
“Owalah tentu
ada lik, saya jadi teringat lik pernah membaca di timeline memang acara
yang semaca keduren, Muludan, sedekah bumi dlsb juga diterangkan dan dijelaskan
oleh para leluhur kita para Sunan-Sunan yang dapat kita baca pada naskah-naskah
beliau kang.”
“Serta pasti
para ulama’ terdahulu dalam hal apapun tentu berlandaskan Al-Qur’an dan sunnah
Nabi, hanya saja tidak dijelaskan ini ayatnya ini haditsnya.. namun dibeberkan
dengan bahasa yang mudah, tak sekedar tekstual saja tapi juga kontekstual..”
Nah, fenomena
seperti itu sekarang sangat banyak kang, tinggal kita sekarang ini belajar
nyicil untuk tidak ikut terkena hal semacam itu. Tutur lik Slamet sembari
memantik rokoknya yang ketiga pada jagongan malam itu.
Magelang, 1 November 2018