Oleh :Ahmad Muzan MPd.I
Kesediaan Islam untuk bisa beradaptasi tanpa mengubah secara berarti
cara kehidupan lama bukan berarti tanpa ketegangan dan berlaku secara
umum. Walaupun tidak sekeras yang terjadi di Sumatera, namum dalam
kenyataanya di Jawa mengalami pertentangan terutama antara golongan
priyayi yang berada dalam keraton yang berorientasi kearah singkretis
dan santri sebagai penganjur Islam, antara lain dalam masalah waris
semenjak zaman Mataram pada abad ke 16.
Dalam lingkungan yang lebih luas
pertentangan itu muncul antara keraton dengan para Sunan yang berada di
pesisir dan beragama Islam. tidak jarang para penguasa menggunakan
islam sebagai simbol perlawanan dan sandaran.
Pada waktu gelombang
ortodoksi masuk ke Jawa pada akhir abad ke 19 yaitu dengan semakin
banyaknya masyarakat yang pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah Haji
yang disertai dengan bermukim dan mengkaji Ilmu agama di Makah, serta
membanjirnya imigran arab dari hadramaut, maka keterpisahan tersebut
dipertegas kembali. Dengan semakin luasnya penyebaran pesantren ke
pelosok pelosok desa, serta adanya kemajuan sarana komunikasi,
pertentangan itu terbawa ke dalam kehidupan pedesaan.