Rintik hujan gerimis mengguyur
Wonosobo tipis-tipis sejak pagi, kabut pun juga menutupi pandangan. Hawa dingin
yang membuat ingin merapatkan selimut kembali, namun ini batal untuk dilakukan.
hari Minggu, 23 Desember 2018 sudah terjadwal untuk jelajah Magelang dengan
agenda kae-kae di pamflet.
Pukul sebelasan mulai gas dari
Wonosobo dengan iring-iringan sepeda motor melaju ke kota seribu bunga ini. di
perjalanan saling memberi kabar, apalagi selaku shohibul bait sing nyekel wilayah
Magelang Mas Zaki mungkin merasa was-was dengan rencana ke rumahnya. Maka dengan
bertanya di chatgrup menanyakan sudah sampai mana ? yang langsung
disambut dengan jawaban; Simpangan. Sebuah jawaban yang pernah ia lontarkan
ketika ditanya, maka kali ini jawaban itu di kembalikan kepadanya.
Setelah sekitar dua jam perjalanan
ditempuh sampailah di rumah mas Zaki, Windusari, Magelang. Disambut dengan
ramah tamah oleh sohibul bayt, lanjut dongengan, haha hihi
menunggu formasi kumplit. Sela begitu lama, kang Farhan yang menyusul berangkat
dari Temanggung telah tiba, yang pada awalnya sudah can-canan untuk
ketemuan dengan ’decul-decul’ di depan PKU Temanggung batal sudah akhirnya.
Rangkaian kegiatan jelajah Magelang
yang direncana menelusuri kuburan di daerah Windusari pun tak membuahkan hasil.
Kuburan yang dinilai instagramable kurang ditemukan yang menjadi menarik
perhatian malahan sebuah tanaman yang dinilai sebagai obat serta yang
terpenting adalah gigitan nyamuk yang membuat bentol bentol.
Ekspedisi pun berlanjut menelusuri
sebuah Candi Selogriyo. Ya sebuah candi yang berada di sisi timur kaki Gunung
Sumbing ini nampak megah berdiri di atas puncak gunung Giyanti, di Dusun
Campurejo, desa Kembangkuning Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang.
Bertempat di gunung Giyanti ini terlihat reruntuhan candi menurut penuturan
mbah Google candi ini dibangun pada abad ke-9 M, pada masa kerajaan Mataram Kuno.
Entahlah..
Candi Selogriyo ini ditemukan dalam
keadaan runtuh dengan adanya ganesha, durga, agastya pada candi
ini dari temuan ini lah direkontruksi menjadi sebuah candi yang megah.
Perjalanan yang dapat ditempuh sekitar setengah jam dari gerbang awal dengan
jalan setapak namun dapat dilewati dengan motor maupun jalan kaki. Pemandangan
indah ijo royo-royo sawah sawah terhampar luas menemani perjalanan,
sesekali pula bertemu warga sekitar yang hulu-hilir ke sawah disambut dengan
sapaan hangat masyarakat lereng gunung.
Rute untuk menjangkau candi
Selogriyo ini dengan mengambil jalur Magelang-Bandongan. Sesampai di Pasar Bandongan
belok kekanan menuju Kecamatan Windusari. Di sebuah pertigaan terdapat papan
petunjuk arah ke candi. Masuk gapura Dusun Campur Rejo hingga gerbang utama
Candi Selogriyo, lebar jalan rata-rata hanya sekitar satu meter.
Arsitektur candi yang menghadap ke
arah timur, di sekitar candi Selogriyo ini kita dapat menyaksikan sunset dengan
indah jika cuaca memungkingkan namun semua itu tak menjadi kendala, sebab
setting pemandangan dari candi Selogiyo ini cukup memanjakan mata dan membuat
tak lupa bersyukur atas karunia-Nya.
Namun, ketika jelajah oleh decul-decul
dari Padopokan Giri Saba kali itu candi Selogriyo tak terlihat seperti pada
bayangan semula, bayangan dari kawan-kawan nampak seperti pada Gambar, tetapi
ketika kaki mejajak di puncak bukit Giyanti hanya menemukan reruntuhan
candi-candi dan beberapa arca, arca-arcanya pun memisahkan diri hanya
tergeletak seperti jomblo dengan sendiri dan dengan keadaan tengkurap. Lain
lagi di bawah pohon dekat pos penjagaan terdapat sebuah arca juga tapi tak
membentuk sebuah arca yang utuh, tinggal separuh saja pada bagian kepala dan
badan agak utuh.
Menurut mbah google lagi, candi
Selogriyo ini masih dalam proses pemugaran karena sedang melaksanakan Zonasi
dimana kegiatan ini agar sebuah cagar budaya terjaga keasliannya. Namun sedikit
yang dapat diambil dan sebuah spirit dari kawan-kawan PGS khususnya penulis
sendiri dalam ekspedisi kali itu di Candi Selogriyo, yaitu sebuah keilmuan dari
para leluhur yang perlu kita jaga dan perlu di pahami minimal nyicil
sitik-sitik. Bahkan bagaimana cara kita menjaga sebuah warisan itu kedepan
? dimana warisanitu tak hanya sebuah materi yang kasatoleh mata; batu yang
tertata, namun ada hal lain yang perlu dipelajari jauh dari hal itu.