Penulis: Sapardi Djoko Damono
Judul: Mantra Orang Jawa
Penerbit: Gramedia
Tebal: 80 halaman
Agaknya manusia mengira Sang
Penguasa Kehidupan menyukai kata-kata indah. Banyak kitab ajaran hidup yang
ditulis dalam tatanan persyairan. Berbagai doa dipanjatkan dengan kalimat indah
mendayu-dayu. Lebih indah dari rayuan seorang pria pada kekasihnya.
Maka tak keliru, apabila mantra atau
suwuk, jopha-japhu seringkali jadi bahan inspirasi
penulisan puisi. Meski pada awalnya mantra bukan ditujukan sebagai karya
sastra. Namun, citarasa eksotisnya memesona banyak penyair, dan menjadi ladang
tulisan tersendiri, mantra pun adalah sebentuk puisi, jika dimaksudkan itu
sebagai puisi.
Kemudian, puisi pun jadi mantra yang
mampu menyihir pembacanya. Beberapa orang mengaku tersihir oleh puisi-puisi
Sapardi Djoko Damono. Beberapa orang yang lain terpukau pada puisi-puisi
Sutardji Calzoum Bachri. Yang lainnya oleh Rendra, Chairil Anwar, dan
seterusnya. Penyair pun menjelma penyihir. Banyak penyair berniat menyihir
pembaca melalui puisi-puisinya. Lalu puisi jadi mantra.
Tentu ini berlebihan. Tak semua
penyair bisa menyihirmu begitu saja. Ada dari mereka bahkan tak tersihir oleh
puisinya sendiri. Maka tak perlu risau. Sihir puisi hanyalah sesaat. Bahkan
lebih sesaat daripada isapan rokok sebatang. Karena penyair menulis puisi,
sedangkan kau membaca puisi. Lain soal, jika penyair dan pembaca dan puisinya
adalah engkau.
Sebuah buku mungil diterbitkan dengan
judul Mantra Orang Jawa. Kata mantra itu sendiri sudah jadi daya tarik. Sulit
rasanya mendapatkan buku yang membahas secara dalam tentang mantra-mantra.
Terutama mantra-mantra yang bisa dirapal dan bermanfaat. Jikalau toh ada, kita
mungkin akan segera meragukannya. Dalam tradisi, mantra lebih banyak diajarkan
secara bisik-bisik di balik pintu. Justru itulah yang membuatnya jadi eksotis
dan penuh pesona.
Yang tak kalah menarik dari buku ini
adalah penulisnya, Sapardi Djoko Damono. Apakah penyair yang lemah lembut ini
beralih profesi menjadi perapal? Atau, ini hanya sebuah judul belaka.
Ternyata tidak, buku tipis ini
memuat 60 mantra yang dikumpulkan dari tradisi orang Jawa. Ada mantra doa hari
lahir, aji Limunan, mantra kebal peluru, doa agar dilancarkan rejeki,
doa sakit encok, doa mandi, mantra merasuk ke jiwa raga orang lain, mantra
pengasihan semar mesem, sampai mantra sebelum dan sesudah senggama.
Semua mantra tadi ditulis ulang oleh
Sapardi Djoko Damono ke dalam bentuk puisi. Namun demikian, Sapardi Djoko
Damono berupaya agar keeksotisan dan daya magisnya tetap terjaga.
Bismillah
Bis: kulit
Mil: daging
Lah: tulang
Alrahman
Alrahim:
sepasang mata
kiri dan kanan
Bayang-bayang
kun zat kun:
jangan mengalingi zat
sukma yang mendukung bayang-bayang
inti sukma yang terkurung
dalam bayang-bayang,
keluarlah:
aku ingin menyaksikan
apa yang kaunamakan hidup itu
Ada beberapa mantra menarik yang bisa dibaca untuk kegiatan sehari-hari.
Doa Waktu Mandi
Menyala-nyala Dhatullah
muncul menyala Rasulullah
Allah bergetar dalam hidup
Allah bergerat dalam rasa
Ya rasa Allah yang Mahakuasa
Mantra Sebelum Bepergian
Bismillah
akulah Nabi Adam
suaraku Nabi Daud
cahayaku Nabi Yusuf
tubuhku Nabi Muhammad
tak ada tuhan melainkan Allah
Muhammad utusan Allah
Bis: kulit
Mil: daging
Lah: tulang
Alrahman
Alrahim:
sepasang mata
kiri dan kanan
Bayang-bayang
kun zat kun:
jangan mengalingi zat
sukma yang mendukung bayang-bayang
inti sukma yang terkurung
dalam bayang-bayang,
keluarlah:
aku ingin menyaksikan
apa yang kaunamakan hidup itu
Ada beberapa mantra menarik yang bisa dibaca untuk kegiatan sehari-hari.
Doa Waktu Mandi
Menyala-nyala Dhatullah
muncul menyala Rasulullah
Allah bergetar dalam hidup
Allah bergerat dalam rasa
Ya rasa Allah yang Mahakuasa
Mantra Sebelum Bepergian
Bismillah
akulah Nabi Adam
suaraku Nabi Daud
cahayaku Nabi Yusuf
tubuhku Nabi Muhammad
tak ada tuhan melainkan Allah
Muhammad utusan Allah
Setahu saya, ada banyak mantra,
aji-aji, atau jampi-jampi yang populer di tradisi Jawa yang entah kenapa tidak
masuk dalam buku ini. Saya yakin Mbah Sapardi tahu dan mengkoleksinya. Seperti:
mantra sirep yang biasa digunakan oleh pencuri untuk membuat pemilik rumah
tertidur. Atau, mantra gendam untuk menghipnotis orang, dan mantra-mantra lain.
Upaya Sapardi Djoko Damono untuk
memuisikan salah satu bentuk tradisi kuno bangsa kita, khususnya tradisi lisan
orang Jawa, patut dihargai. Dengan kacamata yang disediakan oleh Sapardi, kita
bisa melihat sebuah mantra dari sudut pandang yang lain sama sekali. Eksotik,
miris, dahsyat bahkan mendirikan bulu kuduk. Dari sini kita bisa mengenal
bentuk-bentuk pengucapan orang Jawa dalam hubungannya dengan kekuatan alam.
Selain itu, kita juga bisa melihat
pola sinkretisme budaya Jawa, yang tampak pada penggunaan istilah-istilah
Allah, Muhammad, Bismillah, Jibril yang banyak tersebar di hampir semua puisi.
Hal ini bisa membuat kaum muslim mengernyitkan dahi, terutama mereka yang belum
mengenal latar belakang budaya Jawa. Oleh karena itu, buku ini perlu diberi
pengantar yang lebih baik yang menjelaskan latar belakang sinkretisme dan
budaya Jawa yang melahirkan mantra-mantra ini.
Hal lain yang bisa ditambahkan
adalah pencantuman teks asli, yang akan sangat memperluas penerjemahan dan
imaji penafsiran. Meski dengan begitu, Sapardi akan direpotkan dengan membuat
catatan kaki. Mungkin Sapardi khawatir jika semua itu dicantumkan, buku ini
menjadi buku mantra, bukan buku puisi.
Buku ini akan punya bobot
dokumentasi tinggi jika dilengkapi dengan sumber naskah, latar belakang dan
konteks masing-masing mantra. Meski mantra lebih banyak disampaikan dalam
tradisi lisan, namun bukan berarti ia tidak bisa ditelusuri asal-muasalnya. Ini
pantas dilakukan Sapardi mengingat kapasitasnya bukan hanya sebagai seorang
penyair, melainkan juga sebagai akademisi.
Akhirnya, buku ini hanyalah buku
puisi. Tak lebih dan tak kurang. Sebagaimana tulis mbah Sapardi di prawacana,
jika pembaca berniat memakainya untuk mencapai maksud tertentu, silakan saja.
Siapa tahu terkabul.