Judul
: Sunyi di Dada Sumirah
Penulis
: Artie Ahmad
Penerbit
: Mojok
Terbitan
: Cetakan Pertama, Agustus 2018
Jumlah halaman
: vii+ 298 Halaman
ISBN
: 978-602-1318-72-0
Peresensi
: Agustin Handayani
Lewat buku ini, sudah tersirat bahwa
di dalamnya akan disuguhkan tiga kisah mengenai tiga wanita di tiga generasi. Ya.
Kamu akan bertemu tiga atmosfer kesunyian yang berbeda ketika membaca buku ini.
Bertemu dengan tiga tokoh; Sunyi, yang bergelut dengan kisah cinta dan suara
hatinya, menutupi segala sepi dan tekanan perasaan pada ibunya.
Sumirah, kembang desa yang pada
akhirnya merasa terkhianati oleh kehidupan. Suntini, perempuan tegar yang
berusaha tidak menyerah pada takdir, namun hidupnya penuh pertanyaan yang ia
sendiri tidak tau jawabannya.
Menyusuri kisah ketiganya, seperti
semakin memberi tanda tanya pada kepala tentang apa sebenarnya kebebasan. Mungkin
sudah sering bertemu kisah pahit dengan tokoh wanita, namun Artie Ahmad
mengemas semuanya dengan apik dalam bahasa yang sederhana dan sudut pandang
yang berbeda.
Sunyi di Dada Sumirah atau novel ini
terbagi menjadi tiga bagian cerita yang saling berkaitan. Tentang Sunyi dan
penolakannya pada takdir, Sumirah dengan kelamnya hidup serta Suntini yang
mengalami ketidakadilan dalam hidupnya sampai akhir hayat. Tiga perempuan dalam
masa yang berbeda harus menjalani takdir dan kesunyian masing-masing sementara
ketidakadilan terus mengiring langkah mereka. Sebagaimana yang telah dibeberkan
diatas.
Cerita pada
bagian pertama, kita akan berkenalan dengan tokoh bernama Sunyi. Sesuai dengan
namanya, Sunyi adalah gadis yang terlahir dari kesunyian sama seperti hidupnya.
Menjadi seorang anak PSK tidak bisa dijadikan sebagai sebuah kebanggaan
baginya.
Bila bisa
dilahirkan kembali, Sunyi meminta sebuah kehidupan yang lebih baik lagi. Dalam artian Sunyi memang enggan hidup
seperti sekarang ini –mendapat julukan anak PSK. Hanya
Arlen, setidaknya satu sahabatnya yang masih sudi menjadi sahabatnya saat semua
orang bahkan menjauhinya setelah menemukan fakta bahwa dirinya anak dari
seorang PSK.
Dari Sunyi kita belajar menjadi seorang yang kuat dan tegar. Berani
dalam mengambil segala tindakan yang dianggapnya benar. Namun Sunyi tetaplah
seorang gadis yang juga bisa merasakan cinta. Pada Ram, Sunyi pernah berharap
bahwa Ram adalah lelaki yang beda dari lelaki yang pernah ditemuinya.
Di akhir bagian
Sunyi, Ram seakan membuktikan bahwa orang-orang yang bermartabat belum tentu
memilih harga diri yang tinggi. Tidak selalu orang kaya akan memiliki budi
pekerti yang lebih daripada orang-orang redahan seperti Sunyi.
Pada bagian
kedua, kita akan berkenalan dengan Sumirah, ibu dari Sunyi yang kerap disapa
Mi. ketikdakadilan hidup juga menyapanya. Hidup di tengah-tengah keluarga yang
ditinggal bapaknya sejak dalam kandungan, seorang Emak yang hilang bahkan saat
ia masih sangat kecil hingga ia harus hidup dengan si Mbah. Kesalahan Sumirah
yang terlalu menunggu Atmojo untuk kembali dari Jakarta dan melamarnya membuat
hidupnya disapa oleh kekelaman yang hampir mengekalkan penderitaannya. Ia
dijual oleh lelaki yang ia cintai.
Lanjut, kisah pada
bagian terakhir, Suntini. Nenek dari Sunyi yang berarti adalah Ibu dari
Sumirah. Mungkin ini adalah akar dari kelamnya kehidupan wanita tiga zaman
tersebut. Hidup Suntini bahkan seakan hanya sekedipan mata sebelum akhirnya
menghabiskan sisa hidupnya menjadi tawanan dan diasingkan di sebuah desa yang
terpencil.
Dari Suntini
kita belajar bahwa hidup hanya meminta pertolongan pada Tuhan, tidak gampang
mengeluh pada setiap permasalahan dan juga selalu kuat untuk bertahan. Suntini
selalu memiliki banyak harapan dan memandang semuanya dari sisi baik hingga
harapannya luntur bersamaan dengan penyakit yang menyerangnya selama di tempat
pengasingan. Saat itu Suntini sudah tak dapat berharap untuk bertemu dengan
anaknya lagi, Sumirah.
Dari kisah
ketiga wanita dengan masa berbeda yang saling berkaitan tersebut, kesunyian dan
ketidakadilan memang nampak sangat menyedihkan. Namun dibalik itu semua
terkandung banyak makna yang mana bila kita ingin menelaah lebih dalam lagi,
dari kesunyian dan ketidakadilan tersebut kita belajar bagaimana cara memaknai
hidup dan memandangnya dari sisi yang mungkin hanya segelintir orang yang
paham. Hidup adalah sebuah fase-fase di mana selalu ada perubahan yang lebih
baik lagi, urip iku urup, tetap menghidupi bila kita mau
berusaha dan memaknai semuanya dengan bijak.
"Bagi sebagian orang,
kemerdekaan itu adalah ketika terbebas dari suatu beban. Tapi bagi sebagian
orang lain, kemerdekaan adalah ketika menemukan kembali sesuatu yang
hilang." — Sunyi di Dada Sumirah, Artie Ahmad.