Oleh: Ahmad Muzan MPd.I
Pertama, Pengajaran Fiqh sebagai pelajaran dasar dalam memahami syariat
islam serta tertuang dalam ribuan kitab kuning yang ditulis oleh para
'Ulama telah mulai diajarkan oleh para Mubaligh.
Misalnya pelajaran Fiqh
yang tertuang dalam bentuk kitab kuning yang berjudul Fatchul Mu'in
karya dari Ulama besar al Syaikh Abdul Aziz bin Abdurrahman al Malibari
dalam bentuk tulisan tangan telah diajarkan oleh KH.R.Abdul Fatah
pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren di daerah Sigedong Baturono Kepil
sekitar tahun 1830 M.15) Kitab Fiqh yang tergolong sebagai Kitab
setandar pengajaran di berbagai Pesantren ini, di dalamnya berisi antara
lain tentang masalah Ubudiyah, Mu'amalah, Hudud dan masalah
kemasyarakatan lainnya.
Kedua, Pendidikan al Qur'an membaca dan menghafal al qur'an (Tahfidzul Qur'an ) telah diajarkan di Pesantren Kalibeber oleh KH. Abdurrahim (Kakek dari al Maghfurlah Mbah Muntaha Al Hafidz) sebagai penerus dari ayahandanya R.Hadiwijaya yang menggunakan nama samaran KH.Muntaha Bin Nida Muhamad Pengasuh dan sekaligus pendiri Pondok pesantren alAsy'ariyah Kalibeber pada tahun 1830an M.
Beliau
mempunyai tulisan al Qur'an yang beliau tulis sendiri ketika dalam
perjalanannya ke Makah. Mengingat keberadan Pesantren semenjak dulu
sebagai Lembaga Tafaqquh Fi al din Hal ini tidak menutup kemungkinan
bahwa Kutubul Muqoronah (kitab kitab rujukan) yang disebut dengan Kitab
kuning juga telah diajarkan.
Ketiga, Masalah Tauhid dan Tasawuf (Akhlaq) yang menjadi landasan kehidupan dunia dan akhirat nampaknya menjadi prioritas utama bagi para mubaligh. Hal itu dibuktikan dengan adanya Silsilah atau Sanad Thoriqoh 'Alawiyin dan Sathoriyah dalam bentuk tulisan tangan yang berisi tentang ajaran Tauhid serta beberapa wirid dzikir. Jika diurut maka Tasawuf ini telah diajarkan semenjak pertama keluarga Ba'abud masuk ke daerah wonosobo sekitar tahun 1700 M.17)