Iklan

Minggu, 04 Februari 2024, 20.27.00 WIB
Last Updated 2024-02-05T13:02:49Z
Lenggeran

Guyub Rukun Sesrawungan

 


Dhuh gones, dhuh gones parikane
Adhuh gones wicarane
Matur nuwun aja lali
Mring Hyang agung Maha Suci
Pamrihe, pamrihe padha ngerti
Yen uripe diparingi
Aja sembah bekti
Marang Gusti kang Maha suci

Sayup sayup sekilas terdengar suara iringan gamelan bersama selingan parikan dari rumah lik Slamet. Kala itu angin semilir pun tak mau ketinggalan meliuk-liuk seakan menari mengikuti tempo suara yang keluar dari sound system lawas milik lik Slamet.
Meski terlihat lawas dan kuno sound system milik sahabat kang Iman ini jangan anggap remeh, sebab sudah dirancang dan di upgrade menyesuaikan zaman now. Lho kok bisa? Tentu bisa. Zaman sekarang apa sih yang tak bisa diubah dibagus-bagusi, wedhus di pupuri, di klambeni atau bisa juga disebut pencitraan? Entahlah. Terpenting sound system ini dapat mengisi di kala sunyi sembari menemani ngrokok dan ngopi lik Slamet.
Waktu menunjuk pukul hampir tengah malam, kang Iman dengan tangan kanan membawa kresek hitam terlihat asap keluar sekilas dari yang dibawanya, sepertinya ia sedang membawa sesuatu untuk dibawa ke rumah kawannya itu.

Ya, memang kebiasaan kang Iman jika tak bisa tidur memang selalu mencari hiburan kalau tidak nongkrong di angkringan dengan nobar bola terlebih jika tim kesayangannya main atau dolan ke rumah kawannya, lik Slamet.
Kali itu terlihat kang Iman berencana ingin mencari menyambangi kawannya dengan mampir ke angkringan bermaksud mengecheck ada tontonan yang menarik ternyata kali itu tayangan TV pun tak ada yang menarik baginya.
“Ah, tayangane kok nggak menarik blass yo mbah?” Tukas kang Iman singkat.
“Iya kang ra mutu tayangannya, tak seperti biasanya minimal ada jadwal siaran bola”. Jawab mbah Jo sambil membuat kopi yang dipesan oleh sebelah kang Iman.
“Hooh mbah”.
“Ini kang kopinya monggo..” Mbah Jo menyodorkan pesanan kopi
“Kalau begitu tak tinggal dulu ya mbah, tolong gedhang goreng ini yang masih anget di bungkus ya mbah mau saya bawa ke rumah lik Slamet.” Pinta kang Iman sambil nyikat gedhang goreng.
“Siap..siap.. beres kang”

“Assalamualaikum.. lik” uluk kang Iman didepan rumah lik Slamet yang kebetulan sedang duduk di dipan rumah.
“Wa’alaikum salam.. kang, monggo pinarak “
Sembari mengeluarkan rokok kretek di saku, lik Slamet menyulut rokok lanjut bertanya pada kang Iman.
“Baru dari mana kang?sudah agak lama sampeyan tak mampir kerumah yah.. ”
“Iya lik, ini baru dari angkringan niatnya mau dolan tapi tak ada tayangan yang menarik malam ini, nah langsung meluncur kesini heuehehu..”
“Ini lik saya bawakan pisang goreng masih anget monggo diatasi saja hehe”
“Walah, apik iku kang, sebentar kalau ada pisang goreng perlu ada jodohnya nunggu kopi dulu ini sebentar lagi datang”
Tak begitu lama kopi yang ditunggu oleh keduanya datang.
“Nah ini yang kita tunggu dari tadi kang” monggo sembari disruput kang mumpung masih pyar”
“Siap lik, ini lik sambil nyicicipi pisang goreng nya” tukas kang Iman dengan mempersilahkan pisang goreng.

Sembari mencicipi kesukaaanya lik Slamet membuka pembicaraanya, “kalau nyicipi pisang goreng ditambah ngopi mengingatkan saya pekan lalu kang ketika bersama-sama ngopi jagongan bareng dongengan di lereng Merbabu kemarin kang”
Gimana sih lik ceritanya? Singkat kang Iman penasaran.
“Begini lho kang masyarakat disana dalam sesrawungan sungguh menggembirakan seakan sudah seduluran lawas kang, ibarat saudara jauh yang tak berjumpa lama. Mereka menyambut dengan gembira menyilakan tempat duduk lanjut menjamu dengan kopi daerahnya.
“Woh, ya asyik lik kalau begitu”
“Ya kenyataanya begitu memang kang, pada situasi desa komunitas seperti itu terjaga, masyarakat desa saling mendukung saling srawung, nyengkuyung dan guyub rukun menjadi jalinan silaturrahim”
“Lebih asyik lagi di desa lereng Merbabu itu tradisi nyadran masih terus dilakukan bahkan satu tahun bisa tiga kali dilaksanakan yaitu; ketika nyadran kali atau bersih-bersih mata air ada lagi nyadran desa kemudian ada nyadran sawah”
“Lho ada nyadran sawah juga lik?”Kang Iman menimpali.
“Iya kang, nyadran sawah dilaksanakan dengan bersih bersih sawah dimana oleh masayarakat sekitar menurut cerita getok tular di sawah tersebut ada seperangkat gamelan yang tertimbun, maka sebagai rasa hormat tradisi itu terjaga.

Tetapi pada intinya tradisi tradisi tersebut adalah sebagai ungkapan rasa syukur kepada gusti Allah atas limpahan yang diberikan menjadi desa gemah ripah loh jinawi
“Menjadi desa yang baldatun thoyibatun  wa rabbun ghofur juga ya lik”
“Tentu kang, dengan sadranan, wayangan( nanggap wayang kulit), kirab dengan sedekah bumi kang, begitu lah keindahan tradisi masyarakat desa.
“Meski begitu tapi ada saja yang ngomong kalau tradisi seperti itu syirik, bidengah, kafir lik ?”
“Ya nggak papa juga kang namanya saja sudah terkena syndrom 3C kang”
Waduh penyakit apa itu lik? Penasaran kang Iman.
Semarang, 22 Mei