![]() |
Jamaah mushola Asyukron Garung, Wonosobo melantunkan syiir ‘Aqaid Seket. |
Syiir ‘Aqaid Seket atau masyarakat
biasa menyebutnya Wujudan merupakan wujud dari pelestarian budaya syiiran. Kata
wujudan berasal dari cuplikan syiir yang didalamnya menjelaskan tentang ajaran
tauhid yang wajib diimani. Ajaran tersebut meliputi 20 sifat wajib Allah, 20
sifat muhal ‘mustahil’ bagi Allah, 1 sifat jaiz bagi Allah SWT , 4 sifat
wajib bagi rasul, 4 sifat mustahil bagi Rasul, dan 1 sifat Jaiz bagi Rasul yang
jika dijumlah keseluruhannya menjadi 50 atau seket (dalam bahasa Jawa),
sehingga disebut syiir ‘Aqoid Seket. Wujudan
biasanya dilantunkan setiap malam sepanjang Ramadan setelah sholat tarawih dan
sebelum tadarus Al-Qur’an oleh jamaah secara bersamaan.
“Untuk melantunkan syiir ini biasa
diiringi kentongan atau bedug. Akan tetapi, di mushola ini berbeda, yaitu
diiringi terbang Jawa, dimana paduan antara pukulan terbang dan suara. Para
penabuh harus melakukan koordinasi dan kerjasama agar menjadi suatu pola yang
baik,” tutur Tri Yulianto (19) salah satu penabuh terbang.
“Apa yang kita lantunkan kemudian kita iringi ini termasuk seni
rodat atau biasa disebut kemplingan”. Imbuhnya.
Syiiran merupakan bentuk karya sastra Islam yang menunjukkan bahwa para
mubaligh mengenal betul akan karya-karya Islam, sehingga menuangkannya dalam
bentuk bahasa Jawa agar mudah dipahami oleh masyarakat, seperti syiir Aqoid
Seket yang menggunakan logat bahasa daerah Wonosobo. Dan yang lebih mengagumkan
adalah jenis nada atau vokal yang diciptakan oleh mubaligh menunjukkan karakter
suara yang khas, atau lebih terasa sebagai bersahaja seperti orang desa yang
hidupnya bersahaja, jujur, tegas, dekat dengan alam dan Tuhan.
Salah satu nadhir mushola
Asy-Syukron Ahmad Shohari (80) mengatakan,”Wujudan itu sendiri
dilantunkan setiap malam selama bulan Ramadan, dan sudah berlangsung bertahun
tahun dari generasi ke generasi secara bersamaan, setelah sholat tarawih. Tidak
jelas siapa pengarang syi’ir tersebut. Ada yang menyebutkan itu karya dari KH.
Abu Darda’ Sigedong, Kepil, Wonosobo, ada pula yang menyebutnya dari KH. Asnawi
Umar, Pangen, Purworejo. Belum ada penelitian lebih lanjut mengenai hal
tersebut, yang jelas ini karya para mubaligh masa lalu, oleh karena itu sebagai
wujud budaya kita harus melestarikannya.”
Syiiran
adalah suatu khasanah sastra Islam Jawa yang berbentuk nadhom yang
dilagukaan sebagai sebuah budaya yang melekat dengan kehidupan di masyarakat.
Intinya adalah sebagai pengajaran dan pengamalan dari ajaran agama tentang
ketauhidan Ahlussnunnah Wal Jama’ah. Dan juga bisa jadi hiburan untuk
masyarakat.