Pernahkah kamu membayangkan candi-candi megah di Dataran Tinggi Dieng terendam air? Rupanya, hal itu pernah terjadi, dan ada satu mahakarya kuno yang berhasil menyelamatkan situs bersejarah ini: Gangsiran Aswatama. Ini bukan sekadar saluran air biasa, melainkan sebuah terowongan bawah tanah yang menyimpan cerita menarik.
Terinspirasi dari Kisah Pewayangan
Nama Aswatama mungkin tidak asing bagi penggemar kisah pewayangan. Aswatama adalah putra Resi Drona yang penuh dendam. Ia membuat terowongan bawah tanah untuk menyerang perkemahan Pandawa. Sayangnya, ia tewas tragis oleh keris Pasopati yang tertenduk pada dadanya. Kisah ini begitu melegenda hingga namanya diabadikan untuk sebuah proyek besar di masa lalu.
Mengapa Gangsiran Aswatama Dibangun?
Menurut sejarawan Otto Sukatno CR, kompleks percandian Dieng pernah terancam tenggelam oleh luapan air dari Danau Bale Kambang. Ini diduga terjadi akibat letusan gunung berapi yang menciptakan kawah atau danau baru. Selain itu, sejarawan Sutjipto Wirjosuparto menambahkan, luapan juga berasal dari kiriman air Kali Tulis yang mengalir dari Gunung Prahu.
Para ahli dari masa Dinasti Mataram Kuno, di bawah kekuasaan Wangsa Sanjaya, tidak tinggal diam. Mereka menciptakan Gangsiran Aswatama, sebuah terowongan batu yang berfungsi sebagai saluran pembuangan air. Terowongan ini dirancang dengan sangat canggih, bahkan memiliki lubang-lubang di beberapa titik untuk mengurangi tekanan air. Saluran ini ditemukan di dekat kelompok Candi Arjuna dan mengarah ke barat laut.
Membangun Sesuai Aturan Kuno
Menariknya, pembangunan candi dan infrastruktur kuno ini tidak asal-asalan. Mereka mengikuti pedoman yang tertulis dalam kitab Vastusastra, semacam buku arsitektur kuno dari India. Kitab ini tidak hanya mengatur soal desain bangunan, tetapi juga tentang pemilihan lokasi. Salah satu aturannya adalah bangunan suci harus didirikan dekat sumber air, seperti danau atau sungai, dan di lokasi yang tinggi seperti puncak bukit atau lereng gunung.
Percandian Dieng dibangun sesuai aturan ini, terletak di dataran tinggi yang dikelilingi oleh Tuk Bima Lukar dan Danau Bale Kambang. Keberadaan Gangsiran Aswatama membuktikan bahwa peradaban kuno kita tidak hanya mahir membangun candi, tetapi juga cerdas dalam mengatasi tantangan alam. Terowongan ini menjadi penyelamat, memastikan candi-candi di Dieng tetap berdiri kokoh hingga sekarang.
Bagaimana, tertarik untuk melihat langsung keindahan Candi Dieng yang penuh sejarah ini?