Iklan

Senin, 29 Januari 2018, 08.23.00 WIB
Last Updated 2020-08-22T17:35:09Z
Lenggeran

Belajar Kembali Parikan Lengger


Oalah, gitu to lik? Baru tahu saya malah. Berarti disetiap larik atau syair yang dilantunkan menyelingi tari lengger dapat di pelajari maupun dikaji lik?” Kang Iman bertanya balik.
Ya tentu bisa kang, pertama sebelum kita masuk mempelajari makna perlu kita tahu juntrungannya, syair seperti itu dikelompokkan ke dalam “puisi jawa baru bukan tembang kang.”
Lho kok bisa sih lik?
“Jadi begini kang, yang dimaksud dengan “puisi Jawa baru bukan tembang”, semata mata didasari pada pola bunyi, termasuk guru lagu, dan pola baku dalam pembacaan, bahasa mudahnya tidak adanya susunan nada. Begitu kang.” Tandas lik Slamet singkat.
            “Nah, untuk syair yang dilantunkan ketika Lenggeran itu bisa disebut Parikan kang. Parikan ya suatu larikan atau baris baris bunyi dan kata.”
“Menurut buku yang pernah saya baca mengenai puisi jawa, parikan dianggap sebagai puisi rakyat sebab hidup dan berkembang di tengah tengah rakyat, bahkan setiap orang Jawa dapat mengucapkan sekaligus membuat parikan.”
            Muatan isinya pun beragam kang, dari nasihat, sindiran, senda gurau dan masih banyak lagi.
            “Terus apa lagi lik selain muatan isinya?” kang Iman penasaran.
Lik Slamet diam sejenak mengatur nafas dengan tangannya menjangkah gedhang goreng yang sedari tadi diam tak bertuan, lalu meneruskan pembicaraannya;
“Disamping itu, parikan juga mucul sebagai bagian seni pertunjukkan, kang. Ya seperti halnya dalam pertunjukkan tari lengger ini, dilantunkan untuk menyelingi gedhing atau sebagai isen- isen berupa cakepan. Tutur lik slamet dengan menyeruput kopi terakhirnya, “sruuuputt.ehmm Pass ini seruputan terakhir.”
            ayo lah kita pulang kang sudah tengah malam ini? Ajak lik slamet dengan berdiri sambil membayar kopi dengan ubo rampenya tadi.
“Wah, tunggu dulu lik, sampean belum tuntas mbeber klasa nya belum puas hati saya ini.“   Sanggah kang Iman seperti masih ingin mendengarkan cerita lik Slamet.
“Sudah malam lho ini, kita sambung lagi besok tak tunggu di rumahku kang, nanti sampean lebih puas ditambah juga bisa baca buku lo dirumahku” tutur lik slamet menawari.
            “Kalau begitu saya duluan ya kang?”
            “Oke lik oke siap kalau begitu, saya tak pulang nanti dulu lik..” jawab singkat kang Iman ditinggal sahabatnya pulang, yang masih ingin berselimut kabut malam dengam merenung di angkringan mbah Wulung sembari menanti tim kebanggaannya main, bukan lain; em-yu. Ya MU!.
Wonosobo, 29 Januari 2018.