Iklan

Rabu, 27 Desember 2017, 01.06.00 WIB
Last Updated 2020-08-22T17:36:26Z
Lenggeran

Ilinga Ngger

foto: IG:@trexbae
Disebuah angkringan pojok dusun Maron milik mbah Wulung. ditemani segelas kopi hitam yang masih panas beserta jodohnya, gedang goreng dan tempe kemul. Di balik kabut yang menyelimuti negeri atas awan ini, sebut saja lik Slamet, lelaki paruh baya yang sedang duduk termenung entah memikirkan apa.
Dari kejauhan dalam remang-remang cahaya malam, Kang iman melihat seperti tidak asing dengan lelaki paruh baya yang sedang duduk termenung di bangku Angkringan. Tanpa basa basi Kang Iman pun segera menemui sahabat dekatnya itu, dengan jalan mengendap endap, bantinya bermaksud untuk mengagetkan sahabatnya, sela kemudian kang Iman tepat di belakang karibnya.
Whhhayyo! Gertak kang Iman sambil menepuk pundak Lik slamet.
Astaghfirullah!, terlonjak lik Slamet sambil menoleh kebelakang, penasaran siapa yang mengagetkannya. Hehehe, sebenarnya kamu itu kenapa sih lik kelihatannya murung begitu? Seperti ada masalah?, sapa kang Iman, sambil terkekeh.
“Ah kamu itu seperti bisa membaca isi hati saja kang, jawab lik Slamet singkat.
“Heuheuheu, lik, Aku ini sudah berkawan denganmu sudah lama, kaya ndak ngerti saja kalau kamu ada masalah? Ceritalah saja kepada kawanmu ini aku siap menjadi pendengar setia, kalau dipendam sendiri nanti tambah tua saja wajahmu. Ejek kang Iman.
“begini kang sebenarnya tidak begitu penting amat sih, tapi dibenak pikiran saya kok seperti mengganjel saya merasa prihatin kang, dengan keadaan tari Lengger Wonosobo yang semakin tidak begitu diminati di era zaman now yang lebih memilih hiburan atau kesenian modern atau dari luar?”
“Lho, malah baguskan generasi yang selalu update dan selalu kekinian pada zaman, Kang iman serius menanggapi.”
Bagus bagaimana sih, kalau begitu teruskan nggak baik nanti kepercayaaan pada budaya sendiri menjadi hilang, dan menganggap budaya luar yang  lebih baik. Kita dapat kehilangan jati diri bangsa. Meskipun perlu juga mengenal budaya luar, tapi ya sekedarnya saja.”
“iya, ya benar juga kamu lik.”
“padahal kesenian lengger memilki sarat akan nilai-nilai kebenaran yang banyak. Sambung lik Slamet.
Sarat akan nilai bagaimana? Kang Iman mengejar.
Coba pikirkan dan bayangkan kang, tidak banyak nilai-nilai yang terkandung pada pagelaran tari lengger bagaimana? Ambil contoh saja dari kata ‘Lengger’ itu, ada maknanya, lengger: ilinga ngger marang gusti kang maha suci, dalam arti kepada Allah Swt”
Terus apa lagi lik?”kang Iman makin penasaran dengan cerita lik Slamet.
Dari segi gerakan kita dapat mentadabburi-nya kang, dalam gerakan tersebut menggambarkan ambillah sesuatu yang baik dan buanglah yang buruk.
            Lalu dalam pagelaran tari lengger  ada banyak lakon yang mengandung nilai-nilai. tidak hanya nilai tasawuf saja tapi ada nilai kepemimpinan, pertanian dlsb. Misalnya seperti lakon Sontoloyo yang menjelaskan dan ditadabburi sebagai simulasi kepemimpinan yag baik dan tata kenegaraan.  Ada jenis tari, Melik-melik  yang mensimulasikan kebulatan dalam hidup.”
Hah!, maksud kebulatan dalam hidup apa itu lik?.
Sambil menyeruput kopinya, lik Slamet melanjutkan pembicaraanya, yang dimaksud kebulatan dalam hidup ya, bahwa hidup ini bulatan atau melingkar seperti roda kehidupan, terkadang dibawah terkadang diatas, tinggal kita bagaimana menyikapinya kang.